Kontroversi hak kursi ketua DPR
Keputusan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak lagi menyerahkan kursi ketua DPR kepada partai pemenang pemilu mencerminkan sikap politisi yang lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek yang berorientasi pada kekuasaan, alih-alih kepentingan rakyat secara makro, kata pengamat politik.
Melalui proses voting dalam sidang paripurna DPR, Selasa (8/7) kemarin, kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak lagi serta merta diserahkan kepada partai pemenang pemilihan umum legislatif.
Keputusan itu ditentukan dalam rangka pengesahan Rancangan Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), khususnya Pasal 84. Pasal itu menetapkan calon ketua DPR dan keempat wakilnya harus diajukan gabungan fraksi dan dipilih anggota DPR masa bakti 2014-2019 dalam sidang paripurna.
Dengan keputusan itu, koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai NasDem, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) akan berhadapan dengan koalisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Golongan Karya (Golkar), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) dalam memilih ketua DPR.
Wakil Ketua Pansus RUU MD3, Fahri Hamzah, mengatakan kepemimpinan di DPR menganut representasi bertingkat mengingat setiap anggota dewan punya hak untuk dipilih dan memilih.
“Hak dipilih dan memilih itu wujudnya adalah memang harus ada pemilihan dan sistem inilah yang dilaksanakan 2014 sehingga lebih aspiratif. Jadi ini adalah demokrasi versus drop-dropan. Kalau drop-dropan, ditaruh oleh partainya, padahal belum tentu diterima para anggota dan belum tentu pas,” ujar Fahri sebagaimana dikutip situs resmi DPR.
Sdr  Drs. H. Sirajuddin Sewang menjadi calon legislatif untuk DPR pada Pemilu 2004. Dia menjadi calon Partai Golkar dari Daerah Pemilihan Sulsel I. Total suara sah pada pemilihan umum untuk DPR dari Sulsel I adalah 3.285.203. Sdr Drs. H. Sirajuddin Sewang menerima 25.988 suara, Jumlah suara ini merupakan 0.79 persen dari semua suara sah di daerah pemilihan ini. BPP yang dicapai calon ini adalah 0.09 Dalam daftar calon partai Golkar. Sdr Drs. H. Sirajuddin Sewang menjadi calon nomor 11 dari Partai Golkar.
Di Daerah Pemilihan Sulsel I Golkar meraih suara sah 584.629 suara. Di antara suara ini sebanyak 1.505.753 suara diberikan langsung kepada salah satu calon partai Golkar sedangkan suara pemilih yang diberikan kepada partai saja sebanyak 921.124 suara di Daerah Pemilihan Sulsel I. Dengan demikian sebanyak 28.04 persen pemilih Golkar di daerah pemilihan Sulsel I memilih salah seorang calon dari partainya.
Anggota DPR yang dipilih di Daerah Pemilihan daerah Sulsel I adalah sebagai berikut:
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan pengesahan RUU Pilkada yang direvisi batal dilaksanakan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pilkada akan berlaku.
"Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan Judcial Review (JK) MK yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora," ujar Dasco kepada wartawan.
Dasco menegaskan bahwa rapat paripurna hanya bisa diselenggarakan pada hari Kamis dan Selasa. Sehingga mustahil DPR mengesahkan RUU Pilkada pada Selasa pekan depan atau pada hari pendaftaran Pilkada. Pembahasan, tambahnya akan dilakukan dalam sidang DPR berikutnya, yang berarti perubahan tersebut tidak akan berlaku untuk pemilu tahun ini.
Pengesahan RUU Pilkada tadinya direncankan akan berlangsung pada Rapat Paripurna, Kamis pagi (22/8). Namun rapat tersebut terpaksa ditunda karena jumlah anggota yang hadir secara fisik maupun daring tidak memenuhi kuorum.
Dasco membantah telah berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo sebelum DPR memutuskan membatalkan revisi UU Pemilihan Kepala Daerah. Menurutnya, tidak ada urgensinya untuk menemui Joko Widodo sebelum pembatalan tersebut.
Rencana revisi UU Pilkada oleh DPR dan pengabaian keputusan Mahkamah Konstitusi menuai gelombang protes di berbagai daerah. Berbagai kelompok massa turun ke jalan –jalan, termasuk selebritas dan tokoh publik. figure ikut menyuarakan keprihatinan atas rencana revisi UU Pilkada. Aktor Reza Rahadian, termasul yang ikut berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta. Reza bahkan naik ke mobil komando dan menyampaikan orasi. Reza menyebut tidak bisa tinggal diam melihat demokrasi dan konstitusi dipermainkan.
“Melihat bagaimana MK yang sedang berusaha mengembalikan citranya dan hari ini kita mendapatkan sebuah keputusan yang sangat kita hormati dari MK masih juga berusaha untuk dibegal,”ungkap Reza Rahadian.
Di samping demonstrasi di DPR, sejumlah guru besar, cendekiawan, dan aktivis 98 juga menyampaikan pernyataan sikap di depan Mahkamah Konstitusi. Pernyataan mereka ini dibacakan oleh pakar politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubeidilah Badrun.
"Demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Bahkan sendi-sendi demokrasi telah dirobek oleh kekuasaan. Sejumlah peristiwa empiris telah menunjukkan kebenaran kesimpulan itu. Melalui praktek kekuasaan yang disebut sejumlah ilmuwan sebagai legalisme autokratik," ujarnya.
Ubeidilah mencontohkan peristiwa empiris tersebut di antaranya revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019, pengesahan UU Cipta Kerja pada 2020, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023 yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra sulung dari Presiden Joko Widodo, maju sebagai calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2024.
Ia juga meyebutkan adanya sejumlah represi terhadap aktivis akademisi, aktivis buruh, aktivis lingkungan, dan sebagainya. Apalagi, lanjutnya, peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tidak dituntaskan dan bahkan banyak peristiwa pelanggaran HAM baru.
Koalisi akademisi dan aktivis ini juga menyatakan mahkamah Konstitusi harus berdiri tegak untuk menjunjung tinggi dan menegakkan demokrasi. Mereka menegaskan bahwa rakyat siap bergerak demi menyelamatkan demokrasi di Indonesia.
Dalam jumpa pers di kantornya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti putusan MK dengan mengirim surat kepada DPR untuk membahas bersama.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah setuju melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR guna disahkan menjadi undang-undang.
Delapan fraksi di Baleg DPR RI menyatakan setuju atas pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada. Delapan fraksi itu meliputi Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PKB dan PPP, sementara fraksi PDI Perjuangan menyatakan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk diundangkan.
Ada dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada yang menuai kontroversi.
Pertama, terkait penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada soal syarat usia pencalonan yang sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Pasal 7 ayat (2) huruf e itu menyebutkan. batasan usia paling rendah - untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 30 tahun, sementara untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota adalah 25 tahun, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Padahal, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
Kedua, terkait soal ambang batas pencalonan. Baleg menyatakan batasan perolehan suara partai atau koalisi partai sebesar 6,5 sampai 10 persen untuk bisa mengajukan calon dalam pilkada hanya berlaku bagi partai politik tanpa kursi di DPRD. Ambang batas pencalonan bagi partai pemilik kursi di DPRD, menurut Baleg, adalah sebesar 20 persen dari jumlah kursi di dewan atau 25 persen dari perolehan suara sah. [fw/ab]
© 2024 Trans Media, CNN name, logo and all associated elements (R) and © 2024 Cable News Network, Inc. A Time Warner Company. All rights reserved. CNN and the CNN logo are registered marks of Cable News Network, Inc., displayed with permission.
'Kepentingan jangka pendek'
Di sisi lain, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyayangkan masa pengambilan keputusan.
“Setiap pascapemilu atau menjelang pelantikan anggota DPR RI atau presiden wakil presiden, selalu ada perubahan-perubahan yang dilakukan secara mendadak. Seharusnya rumusan undang-undang yang dihasilkan bukan untuk kepentingan jangka pendek dengan orientasi kekuasaan,” kata Siti kepada wartawan BBC, Jerome Wirawan.
Dia lalu mencontohkan bagaimana pada pemilu 2009 ada usulan partai pemenang pemilu legislatif langsung mendapat jatah untuk mengirimkan wakilnya menjadi ketua DPR.
“Menurut saya, apapun yang dilakukan atau diperdebatkan di parlemen pasti sarat dengan motif politik. It goes without saying, tak perlu dipertanyakan. Namun, satu hal yang harus dipikirkan politisi adalah perasaan masyarakat, bagaimana kepentingan nasional ke depan, tidak hanya memikirkan periode 2014-2019. Sehingga, kalaupun pasal harus diubah, itu berdasarkan berbagai perspektif yang argumentasinya bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai pada pemilu 2019 direview dan diubah kembali,” tutupnya.
Wakil Ketua DPR RI Rahmat Gobel berpidato saat memimpin jalannya rapat paripurna pembukaan masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 di Ruang Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Dalam rapat Paripurna ini, Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel membacakan presensi kehadiran rapat. Rahmat menyebut sebanyak 23 anggota hadir fisik, sebanyak 140 anggota hadir secara virtual, izin sebanyak 129 anggota. MI/MOH IRFAN/gus
Anggota DPR Fraksi PDIP Arief Wibowo menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/7). Arief Wibowo diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-E untuk tersangka politisi Partai Golkar Markus Nari. MI/ROMMY PUJIANTO/Ole
Kamu mungkin sering mendengar istilah MPR, DPR, dan DPD dalam konteks pemerintahan di Indonesia. Ingatkah kamu apa kepanjangan MPR, DPR, dan DPD?
MPR, DPR dan DPD merupakan lembaga legislatif di Indonesia. Masing-masing mempunyai peran atau tugas untuk kepentingan negara yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
DPR dan DPD dipilih oleh rakyat lewat pemilihan umum, sedangkan MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang juga dipilih melalui pemilihan umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepanjangan MPR, DPR, dan DPD
Berikut kepanjangan dari singkatan MPR, DPR, dan DPD lengkap dengan tugas-tugasnya, dirangkum dari berbagai sumber.
Kepanjangan dari MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR adalah lembaga tinggi negara yang terdiri dari anggota DPR dan DPD. Tugas dan wewenang MPR antara lain:
Kepanjangan dari DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat. DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Tugas dan wewenang DPR meliputi:
Kepanjangan DPD adalah Dewan Perwakillan Daerah. DPD adalah lembaga perwakilan daerah yang anggotanya mewakili provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum. Tugas dan wewenang DPD antara lain:
Untuk mengingatkanmu kembali, berikut beberapa contoh singkatan terkait lembaga pemerintahan di Indonesia beserta kepanjangannya.
Itulah penjelasan mengenai kepanjangan MPR, DPR, dan DPD. Masing-masing lembaga memiliki peran penting dalam sistem pemerintahan Indonesia.